Cirebon || Metrosurya.net – Awak media menemui Yahya (33) menjadi pemulung di tempat pembuangan akhir (TPA) Kopi Luhur, Kota Cirebon selama puluhan tahun tempat ini.
Sambil beristirahat di salah satu warung yang ada di TPA, Yahya memaparkan, bahwa dirinya sudah menjadi pemulung sejak usia belia.
“Mulai aktif jadi pemulung itu dari tahun 2001 pas masih kecil. Sudah dua puluh tahunan lebih lah jadi pemulung,” tutur Yahya,
Yahya menceritakan, awal menjadi pemulung memang susah. Ia harus beradaptasi dengan bau sampah yang menyengat.
“Awal mah bisa sampai mau muntah karena bau. Tapi sekarang mah sudah biasa, sudah beradaptasi,” tutur Yahya.
Ia sendiri tinggal tidak jauh dari lokasi TPA Kopi Luhur, Menurut Yahya, sebelum dijadikan tempat pembuangan sampah, dahulu TPA Kopi Luhur merupakan tambang galian pasir.
“Sebelum jadi tempat pembuangan sampah, ini dulu galian C. Setelah tambang galian pasirnya habis, baru sampahnya pada di buang di sini, sekitar tahun 1996 an lah baru dijadikan TPA. Itu juga pindahan dari TPA Grenjeng,” tutur Yahya.
Menurut Yahya, ada sekitar 200 pemulung yang mencari rezeki di TPA Kopi Luhur, kebanyakan dari mereka adalah warga sekitar TPA Kopi Luhur.
“Pas masih baru buka itu minim pemulungnya, karena pengepulnya juga minim. Baru orang-orang udah pada tahu, apa saja yang bisa dijual, pemulungnya pada datang ke sini. Yang jauh paling orang Penpen,” tutur Yahya.
Meski pekerjaan menjadi pemulung, kerap dipandang sebelah mata. Bagi Yahya, hal tersebut tidak masalah, asalkan ia bisa memberi nafkah keluarganya dengan cara yang halal.
“Kalau mandang gengsi, jijik mah nggak bakal mau, tergantung orangnya, Tapi kalau saya sih nggak masalah yang penting halal,” tutur Yahya.
Menurut Yahya, menjadi pemulung cukup untuk menghidupi istri dan kedua anaknya. Bahkan, dengan pengelolaan uang yang baik, ia bisa membeli sebuah motor dan sudah membangun rumah.
“Tergantung orangnya, kalau saya mah yang penting ngerasa cukup sama uangnya dikelola dengan baik saja, nih buktinya bisa nyicil motor sama sudah bangun rumah, anak-anak juga pada sekolah semua,” tutur Yahya.
Yahya memaparkan, dalam sehari ia bisa mendapatkan uang sekitar Rp 80.000 sampai ratusan ribu rupiah. Biasanya, Yahya bekerja dari jam 08:00 – 16:00.
“Sebenarnya kerjanya mah bebas, mau jam berapa saja, di sini mah alhamdulillah enak, yang penting kitanya rajin jangan malas saja, kalau malas mah dapatnya dikit,” tutur Yahya
Yahya memaparkan, dalam sehari ia bisa mendapatkan uang sekitar Rp 80.000 sampai ratusan ribu rupiah. Biasanya, Yahya bekerja dari jam 08:00 – 16:00.
“Sebenarnya kerjanya mah bebas, mau jam berapa saja, di sini mah alhamdulillah enak, yang penting kitanya rajin jangan malas saja, kalau malas mah dapatnya dikit,” tutur Yahya.
Sampah yang bisa didaur ulang, langsung Yahya jual kepada para pengepul. Menurut Yahya, para pengepul nantinya akan menjual sampahnya kembali ke pabrik yang membutuhkan sampah daur ulang.
Yahya membenarkan, bahwa TPA Kopi luhur memang sudah melebihi batas, sampah yang dibuang sudah terlalu banyak. Meski begitu, menurut informasi yang didapatkan Yahya, pihak DLH akan menambah lahan baru, serta akan membangun pabrik pengelolaan sampah.
“Iyah emang udah overload sudah penuh semua, katanya sih lahannya mau ditambah, yang di sebelah sana kan masih ada lahan kosong, cuman belum dibeli. Sama nanti mau dibangun pabrik pengelolaan sampah seperti briket dan kompos, pemulung di sini juga sudah didata, istilahnya mau dikasih pekerjaan di situ (pabrik) cuman yah masih proses,” tutur Yahya.
Yahya sendiri menyadari, salah satu risiko bekerja di TPA adalah terkena masalah kesehatan. Untuk menghindari penyakit, sebelum pulang ke rumah dan bertemu keluarga, ia selalu menjaga kebersihan, dengan mandi terlebih dahulu setelah pulang bekerja.
“Rasa takut mah sebenarnya ada. Cuman namanya pekerjaan, pasti ada resikonya, yang penting kitanya selalu jaga kebersihan saja kalau mau pulang, sama pakai alat pengaman kayak sepatu boots kalau mau mulung,” tutur Yahya.
Selama puluhan tahun bekerja menjadi pemulung, Yahya bersyukur, belum ada masalah kesehatan yang parah menyerang tubuhnya.
“Tapi alhamdulilah selama bekerja di sini, nggak terkena penyakit apa-apa. Yang penting kitanya juga selalu hati-hati sama jaga kebersihan. Untuk masalah asap ketika kebakaran mah udah biasa, tinggal pakai masker sama barang-barangnya diamankan biar nggak ikut terbakar,” kata Yahya.
Meski sempat ada ajakan untuk bekerja ke luar negeri. Namun Yahya menolaknya, bagi Yahya bekerja tidak selalu tentang gaji yang besar. “Nggak mau resikonya besar, bagi saya mah yang penting cukup buat keluarga saja, di sini udah enak,” tutur Yahya.Temukan Emas Dalam Kubangan Sampah
Menurut Yahya ada banyak sampah yang dapat diolah kembali, dari mulai sampai plastik sampai sampah sisa makanan. Untuk sampah sisa makanan, biasanya digunakan untuk pakan ternak.
“Untuk sampah sisa makanan, kaya nasi atau roti tapi harus dikeringkan dulu, satu nasi wadah mejikom dihargai Rp 5.000, biasanya untuk diolah lagi, jadi pakan ternak, ” tutur Yahya.
Yahya juga bercerita, salah satu pengalaman yang paling berkesan saat ia memulung adalah, ketika ia secara tidak sengaja menemukan barang berharga, seperti handphone atau emas.
“Paling berkesan itu ketika menemukan emas cincin. Ceritanya, saya kan lagi nyari sampah terus nemu tas yang kecil tuh, pas dibuka eh ada cincinya. Awalnya nggak ngira itu emas, pas ditanya sama tukang emas keliling, katanya ini mah emasnya asli,” tutur Yahya.
Tak hanya emas dan handphone, menurut Yahya pemulung yang lain juga terkadang menemukan uang dolar.
“Pemulung yang lain juga ada yang menemukan dollar. Kadang ada orang yang datang ke TPA katanya ada barang yang nggak sengaja kebuang, kalau lagi rezekinya kadang ketemu. Malah ada orang yang datang ke sini nyari uang sepuluh juta dan untungnya masih bisa ketemu,” tutur Yahya.
TPA Kopi Luhur sendiri terletak Kopi Luhur, Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon. (Nurhari)