SURABAYA metrosurya.net
Tidak ditahannya Notaris Dadang Koesboediwitjaksono saat diadili sebagai terdakwa kasus dugaan pemalsuan akta otentik memicu aksi demonstrasi di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, Senin (10/2/2025). Puluhan massa dari Aliansi Pemuda Optimis Indonesia (AOPI) menggelar demonstrasi menuntut ditahannya notaris Dadang.
Dalam orasinya, massa AOPI menyampaikan ketidakpuasannya terhadap Kejari Surabaya yang tidak melakukan penahanan terhadap Dadang Koesboediwitjaksono, meski yang bersangkutan diduga terlibat dalam kasus penipuan atau pemalsuan akta otentik.
Setelah beberapa waktu menyampaikan orasinya, beberapa perwakilan massa AOPI akhirnya diizinkan melakukan audiensi di kantor Kejari Surabaya. Tak berselang lama, selesai melakukan audiensi dan beberapa perwakilan massa keluar dari gedung Kejari Surabaya.
Abdussalam, koordinator aksi AOPI mengungkapkan bahwa pihaknya menuntut agar notaris Dadang sebagai terdakwa segera ditahan. Namun, Abdussalam mengaku kecewa lantaran saat audiensi tidak dapat bertemu langsung dengan Kepala Kejari Surabaya, Ajie Prasetya.
“Kami merasa kurang puas (saat audiensi). Dalam waktu dekat kemungkinan kami akan kembali menggelar aksi dengan jumlah massa yang lebih besar,” ujar Abdussalam usai audiensi.
Selain menuntut penahanan terhadap notaris Dadang, massa AOPI juga berencana bakal menggelar aksi serupa di kantor Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Nanti aksi demonstrasi akan dilakukan saat sidang kasus tersebut digelar di PN Surabaya pada Rabu (12/2/2025) lusa.
Sementara itu hingga berita ini diturunkan, Kepala Seksi Intelijen (Kasintel) Kejari Surabaya, Putu Arya Wibisana saat dikonfirmasi perihal tuntutan massa AOPI tidak memberikan respon. Meski pesan chat ke nomor Whatsapp-nya telah terkirim dan terbaca, dengan tanda dua centang biru, jaksa yang akrab disapa Putu ini tak kunjung memberikan jawaban.
Dalam surat dakwaan dijelaskan, notaris Dadang Koesboediwitjaksono didakwa memalsukan akta otentik dalam perubahan nama dan kepemilikan Yayasan Pendidikan Dorowati (YPD) menjadi Yayasan Pendidikan Dorowati Surabaya (YPDS).
Kasus ini bermula ketika Tuhfatul Mursalah, anggota pembina YPD, menemukan kejanggalan dalam perubahan akta yayasan yang dibuat oleh notaris Dadang pada 2011 silam. Dalam akta tersebut, dua nama tokoh yayasan, H. Abdullah Sattar Madjid dan H. Abdullah Faqih Madjid, dicantumkan sebagai penghadap, meskipun keduanya telah meninggal dunia sejak 2010. Selain itu, beberapa nama lain juga disebut sebagai penghadap tanpa pernah hadir atau menandatangani dokumen.
Akta yang dibuat notaris Dadang digunakan untuk mengurus pengesahan yayasan ke Kementerian Hukum dan HAM serta izin operasional SMP Dorowati Surabaya. Akibatnya, hak pengelolaan tanah dan bangunan yayasan di Jalan Manukan Lor, Surabaya, beralih kepada pengurus baru, sehingga ahli waris merasa dirugikan.
Jaksa mendakwa notaris Dadang dengan Pasal 264 ayat (1) KUHP tentang pemalsuan akta otentik dan Pasal 266 ayat (1) KUHP tentang memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik. Kini kasus tersebut tengah bergulir di Pengadilan Negeri Surabaya yang mendudukan notaris Dadang sebagai terdakwa. (arf/tit BM)